Translate

Wednesday, February 27, 2008

Orang Kampung Lebih Tertarik Multimedia

Seorang pelanggan toko buku saya adalah seorang Papua lulusan Arsitektur dari Universitas Gajah Mada. Tentu saja sebagai sarjana, ia memiliki peluang yang besar dalam meningkatkan karirnya di pemerintahan. Saat ini ia bekerja di pemerintahan. Ia pernah berkata bahwa ia bekerja juga di Waskita Karya, sebuah BUMN yang bergerak di bidang konstruksi. Biasanya proyek-proyek konstruksi yang menelan biaya besar dipegang oleh BUMN. Ia memegang posisi pemasaran untuk wilayah Papua.
Setelah menjadi pegawai negeri, ia bertugas di kawasan distrik Manokwari Selatan (kalau saya tidak salah ingat). Distrik itu tergolong jauh dari kota Manokwari.
Dari urusan bangunan, sekarang ia lebih banyak berurusan dengan birokrasi dan masyarakatnya. Hal ini tidak membuat dia patah semangat.
Dari percakapan-percakapan dengan dia, ia mengemukakan keinginannya untuk membeli film-film rohani. Menurut dia, orang kampung tidak suka pelayanan yang banyak bicara. Mereka lebih mau lihat presentasi dengan multi media. Bisa dibayangkan besarnya biaya dan peralatan yang diperlukan. Kalau hal tersebut dilaksanakan berarti sipenginjil memerlukan laptop, in focus dan layar. Kalau di suatu kampung tidak ada listrik maka genset harus pula disediakan.
Tapi penginjilan dengan menggunakan teknologi seperti itu bukanlah hal yang baru di tanah Papua. Para misionaris Belanda, Amerika dan Australia menggunakan pesawat terbang, film dan slide ketika mereka melakukan karya penginjilan di tanah Papua. Dunia semakin canggih.
Ia kemudian memberikan sebuah contoh, bahwa film Denias di putar di Asmat dengan terlebih dahulu didubbing. Jadi orang kampung bisa mengerti film itu dalam bahasa mereka sendiri. Hal ini merupakan cerita yang menarik sekali.
Saya tidak bisa menjanjikan apa-apa karena modal untuk pengadaan film-film rohani cukup tinggi. Ia juga berkomentar bahwa ia lebih suka membaca buku-buku terbitan Metanoia dibandingkan BPK Gunung Mulia.
Saya mengerti maksudnya. Lalu saya jawab, buku-buku BPK Gunung Mulia cukup mendalam pembahasannya sehingga banyak dibaca oleh kalangan mahasiswa teologia, sedangkan buku terbitan Metanoia lebih banyak menceritakan hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan umat sehari-hari sehingga nampak lebih praktis. Menurut saya kedua penerbit tersebut telah memberikan kontribusi yang baik sekali bagi pengembangan keimanan umat Kristiani. Sayang sekali, saya lupa nama si arsitek itu. by Charles Roring

1 comment:

Unknown said...

multimedia menjadi barang langka bagi orang kampung yang jauh dari fasilitas yang memadai.